Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966
Supersemar yang kontroversial, yang isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat—menugaskan
Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.
[7] Supersemar menjadi dasar
Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan
Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.
[7] Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (
MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
[7]
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama
Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya.
[6] Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.
[6][8] Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah
Bharata Yudha yaitu
Karna.
[6][8] Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam
bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
[8]
Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi
Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (
Belanda)
[8]:32. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam
Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah, selain itu tidak mudah untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun
[8]:32. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah
Bung Karno.
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis
Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?"
[butuh rujukan] karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki
nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama
Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia
bahasa Denmarkdan
bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji.
[9] Dalam beberapa versi lain,
[butuh rujukan] disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara
Arab.
Dalam buku
Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (terjemahan Syamsu Hadi. Ed. Rev. 2011. Yogyakarta: Media Pressindo, dan Yayasan Bung Karno,
ISBN 979-911-032-7-9) halaman 32 dijelaskan bahwa namanya hanya "Sukarno" saja, karena dalam masyarakat Indonesia bukan hal yang tidak biasa memiliki nama yang terdiri satu kata.
Rumah masa kecil Bung Karno
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke
Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut.
[6] Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke
Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.
[10] Kemudian pada
Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke
Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di
Hoogere Burger School (HBS).
[6] Pada tahun
1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur.
[6] Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama
H.O.S. Tjokroaminoto.
[6] Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya.
[6] Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin
Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti
Alimin,
Musso,
Dharsono,
Haji Agus Salim, dan
Abdul Muis.
[6] Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda
Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari
Budi Utomo.
[6] Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi
Jong Java (Pemuda Jawa) pada
1918.
[6] Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
[10]
Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS Soerabaja
Pekerjaan dan Karya di Bidang Arsitektur[sunting | sunting sumber]
- Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
- Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.[22]
Pengaruh Terhadap Karya Arsitektural Semasa Menjadi Presiden[sunting | sunting sumber]
Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun
1956 ke negara-negara
Amerika Serikat,
Kanada,
Italia,
Jerman Barat, dan
Swiss. Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka
[23]. Soekarno membidik
Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan sebagai pusat pemerintahan di masa datang. Beberapa karya dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek seperti
Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara
[24]
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota
Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan
bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java diterbitkan dalam
bahasa Melayu saja, dan bukan dalam
bahasa Belanda.
[26]
Pada tahun
1926, Soekarno mendirikan
Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari
Indonesische Studie Club oleh
Dr. Soetomo.
[6] Organisasi ini menjadi cikal bakal
Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun
1927.
[14] Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember
1929di Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke
Penjara Banceuy. Pada tahun
1930 ia dipindahkan ke
Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan pledoinya yang fenomenal
Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada tanggal
31 Desember 1931.
Pada bulan Juli
1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus
1933, dan diasingkan ke
Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru
Persatuan Islam bernama
Ahmad Hasan.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun
1942.
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "
mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada
Gerakan 3A dengan tokohnya
Shimizu dan
Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno,
Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti
Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (
Putera),
BPUPKI dan
PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta,
Ki Hajar Dewantara,
K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti
Sutan Syahrir dan
Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan
Pancasila,
UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke
Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang
Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar
Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh
Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan
Jepang membuat Soekarno dituduh oleh
Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara lain dalam kasus
romusha.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di
Dalat,
Vietnam, terjadilah
Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal
16 Agustus 1945; Soekarno dan
Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air
PetaRengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain
Soekarni,
Wikana,
Singgih serta
Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada
Nabi Muhammad SAW yakni
Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh
KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir
Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara
de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan
NICA (
Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah
Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal
A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di
Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi
Peristiwa Madiun 1948serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua
Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah
Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr
Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang memercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa
17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa
Asia-
Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan
Dasasila Bandung. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan
imperialisme dan
kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden
Josip Broz Tito (
Yugoslavia),
Gamal Abdel Nasser (
Mesir),
Mohammad Ali Jinnah (
Pakistan),
U Nu, (
Birma) dan
Jawaharlal Nehru (
India) ia mengadakan
Konferensi Asia Afrika yang membuahkan
Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
[butuh rujukan]
Situasi
politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam
jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan
Gerakan 30 September atau G30S pada
1965.
[27][14]Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya.
[14] Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan
Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.
[27] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan
Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).
[7][27] Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
[14][7]
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah
Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.
[27] Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada
Letnan JenderalSoeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.
[27] Surat tersebut lalu digunakan oleh
Soeharto yang telah diangkat menjadi
Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang.
[27] Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.
[28]
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV
MPRS.
[27] Pidato tersebut berjudul "
Nawaksara" dan dibacakan pada
22 Juni 1966.
[7] MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut.
[27] Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada
10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada
16 Februari tahun yang sama.
[27]
Hingga akhirnya pada
20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di
Istana Merdeka.
[28] Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto
de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia.
[28] Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan
pemilihan umum berikutnya.
[28]
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan
Agustus 1965.
[28] Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan
ginjal dan pernah menjalani perawatan di
Wina,
Austria tahun
1961 dan
1964.
[28] Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional.
[28] Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu,
21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat)
Gatot Subroto,
Jakartadengan status sebagai tahanan politik.
[28][6] Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh
Ratna Sari Dewi.
[28] Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter
Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan.
[28] Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD)
Rubiono Kertopati.
[28]
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:
[28]
- Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
- Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
- Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di
Istana Batu Tulis,
Bogor, namun pemerintahan Presiden
Soeharto memilih Kota
Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno.
[28] Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun
1970.
[28] Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya.
[28] Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.
[28] Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
[28]
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada
6 Juni 2001, maka Kantor
Filateli Jakarta menerbitkan
prangko "100 Tahun Bung Karno".
[10] Prangko yang diterbitkan merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera
Merah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia.
[10] Prangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun
1920-an terpampang di atasnya. Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat prangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri.
[10] Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan prangko, album koleksi prangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
[10]
Prangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah
Kuba pada tanggal
19 Juni 2008. Prangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba
Fidel Castro.
[29] Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan
Presiden Indonesia, Soekarno, ke
Kuba.
Setelah kematiannya, beberapa
yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun
universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh
Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno dan
Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999
Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan
Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno,
Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.
[31]
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda
seni maupun nonseni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
[32] Yayasan tersebut didirikan pada tanggal
1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno yaitu
Guntur Soekarnoputra,
Megawati Soekarnoputri,
Rachmawati Soekarnoputri,
Sukmawati Soekarnoputri,
Guruh Soekarnoputra,
Taufan Soekarnoputra,
Bayu Soekarnoputra, dan
Kartika Sari Dewi Soekarno.
[32] Pada tahun
2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena
Pekan Raya Jakarta.
[10] Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden.
[10] Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cenderamata Soekarno dijual di stan tersebut.
[10] Di antaranya adalah kaus, jam
emas, koin emas,
CD berisi pidato Soekarno, serta kartu pos Soekarno.
[10]
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno.
[10] Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari
Batalyon ArtileriPertahanan Udara Sedang.
[10] Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di
Cileungsi,
Bogor.
[10] Benda-benda tersebut antara lain sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas JM
London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat
logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa
deposito hibah.
[10] Selain itu terdapat pula uang UBCN (
Brasil) dan
Yugoslavia serta sertifikat deposito
obligasi garansi di
Bank Swiss dan Bank Netherland.
[10] Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.
[33]
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar
Doktor Honoris Causa dari 26
universitas di dalam dan luar negeri.
[34] Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain
Universitas Gajah Mada (19 September 1951),
Institut Teknologi Bandung (13 September 1962),
Universitas Indonesia (2 Februari 1963),
Universitas Hasanuddin (25 April 1963),
Institut Agama Islam Negeri Jakarta (2 Desember 1963),
Universitas Padjadjaran (23 Desember 1964), dan Universitas Muhammadiyah (1 Agustus 1965).
[34] Sementara itu,
Universitas Columbia (
Amerika Serikat),
Universitas Berlin (
Jerman),
Universitas Lomonosov (
Rusia) dan
Universitas Al-Azhar(
Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.
[34]
Pada bulan
April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 35 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden
Afrika Selatan Thabo Mbeki.
[10] Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu
The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk
medali,
pin,
tongkat, dan
lencana yang semuanya dilapisi
emas.
[10] Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan
penjajahan dan membebaskan diri dari
apartheid.
[10] Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di
Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.